Jumat, 29 Agustus 2014

NEGERI DONGENG

Mungkin saat kita kecil kita pernah berfantasi menjadi seorang pahlawan dari negeri dongeng yang melawan penyihir jahat atau monster-monster menakutkan, masa-masa itu adalah masa yang indah karena kita dapat berfantasi serta mengeluarkan semua apa yang kita pikirkan dengan bebas.
Fantasi seorang anak kecil sangatlah luar biasa, mereka memiliki dunia mereka sendiri di mana ada istana, baju besi, pedang serta tameng untuk berperang. Tidak hanya itu, seorang anak kecil juga tidak perlu malu untuk menceritakan dan berbagi dunia mereka kepada orang lain, fantasi mereka tidak terbatas.

Namun, setelah mereka tumbuh fantasi itu pun kian menyusut. Mereka mulai diajarkan untuk tidak berfantasi lagi karena dianggap kekanak-kanakan, tidak ada lagi pahlawan negeri dongeng yang mengalahkan penyihir jahat dan juga para monster serta tidak ada lagi istana, baju besi dan pedang. Perlahan namun pasti fantasi itu menghilang dan berganti dengan pemikiran untuk selalu benar, saat bersekolah kita mendapat nilai jelek maka akan di hukum. Pemikiran ini benar-benar membunuh fantasi, tidak sedikit yang tetap mempertahankan fantasi mereka dan tidak tunduk pada pemikiran "selalu benar" tapi mereka malah dianggap aneh dan konyol.

Saya pun termasuk dalam kelompok anak yang fantasinya mulai menyusut. Hobi saya menggambar, saya belajar menggambar secara otodidak dengan meniru apa yang saya lihat.
Sampai kelas 6 SD fantasi saya masih bermain dengan sejuta ide yang telah saya tuangkan dalam selembar kertas. Namun beranjak menuju SMP saya di tuntut untuk lebih tekun belajar hingga fantasi saya benar-benar berkurang, gambar-gambar selalu monoton serta hanya berkembang pada detailnya saja.
Itu berlangsung hingga semester akhir SMA, saya mulai berfikir bahwa saya perlu menghidupkan kembali "negeri dongeng" dalam diri saya. Saya yakin dengan usia saya saat ini 18thn di padukan dengan "negeri dongeng" itu saya bisa berkarya lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar