Mungkin saat kita kecil kita pernah berfantasi menjadi seorang pahlawan
dari negeri dongeng yang melawan penyihir jahat atau monster-monster
menakutkan, masa-masa itu adalah masa yang indah karena kita dapat
berfantasi serta mengeluarkan semua apa yang kita pikirkan dengan bebas.
Fantasi
seorang anak kecil sangatlah luar biasa, mereka memiliki dunia mereka
sendiri di mana ada istana, baju besi, pedang serta tameng untuk
berperang. Tidak hanya itu, seorang anak kecil juga tidak perlu malu
untuk menceritakan dan berbagi dunia mereka kepada orang lain, fantasi
mereka tidak terbatas.
Namun, setelah mereka tumbuh fantasi itu
pun kian menyusut. Mereka mulai diajarkan untuk tidak berfantasi lagi
karena dianggap kekanak-kanakan, tidak ada lagi pahlawan negeri dongeng
yang mengalahkan penyihir jahat dan juga para monster serta tidak ada
lagi istana, baju besi dan pedang. Perlahan namun pasti fantasi itu
menghilang dan berganti dengan pemikiran untuk selalu benar, saat
bersekolah kita mendapat nilai jelek maka akan di hukum. Pemikiran ini
benar-benar membunuh fantasi, tidak sedikit yang tetap mempertahankan
fantasi mereka dan tidak tunduk pada pemikiran "selalu benar" tapi
mereka malah dianggap aneh dan konyol.
Saya pun termasuk dalam
kelompok anak yang fantasinya mulai menyusut. Hobi saya menggambar, saya
belajar menggambar secara otodidak dengan meniru apa yang saya lihat.
Sampai
kelas 6 SD fantasi saya masih bermain dengan sejuta ide yang telah saya
tuangkan dalam selembar kertas. Namun beranjak menuju SMP saya di
tuntut untuk lebih tekun belajar hingga fantasi saya benar-benar
berkurang, gambar-gambar selalu monoton serta hanya berkembang pada
detailnya saja.
Itu berlangsung hingga semester akhir SMA, saya mulai
berfikir bahwa saya perlu menghidupkan kembali "negeri dongeng" dalam
diri saya. Saya yakin dengan usia saya saat ini 18thn di padukan dengan
"negeri dongeng" itu saya bisa berkarya lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar